Ok, Guys… aku mau nulis cerita lagi nih. Udah
lama gak posting cerita. Terakhir posting cerita awal bulan februari kalo gak
salah, kalo gak salah berarti bener yak… hahaha
Fine, selamat membaca dan mengambil
hikmahnya..
Sinar
matahari terang terhalang pepohonan rindang. Angin berhembus pelan diantara
dahan-dahan. Daun kering jatuh terhempas meninggalkan rantingnya. Suara-suara
serangga sahut menyahut bak orchestra. hewan-hewan liar bersembunyi menunggu
mangsa. Di dalam kesepian dan kesendirian seorang pemuda terpisah dari
rombongan pemburu. Ia tersesat tanpa arah, tak tahu kemana akan melangkah.
Hanya bisa berdoa dan pasrah, sembari menunggu seseorang akan datang
menjemputnya atau keajaiban datang menghampirinya.
Tak
tahu apa yang harus dilakukan Pemuda ini terus berjalan, menyusuri semak
belukar, menerabas alang-alang, menerjang ranting-ranting pohon yang
menghalang. Di dalam pikirannya suara sanak keluarga dan teman-temannya begitu terngiang.
“Andai
saja aku tidak bernafsu menangkap hewan buruan itu, tentulah kiranya sekarang
aku bersama mereka !”, Sebuah kata penyesalan keluar dari mulutnya.
Langkahnya
kian goyah. Sudah dua hari Ia bertahan dalam kesunyian hanya makan daun-daun
dan serangga-serangga kecil yang ada. Gemericik air terjun seakan terasa dalam
perutnya. jangankan makanan, semua perbekalannya terbawa rombongan. Kini Ia
harus bertahan dalam hutan sembari mencari jalan keluar menuju kampung halaman.
Perlahan
ia berjalan, dan tiba-tiba wajahnya kembali cerah seakan menemukan harapan.
Langkah yang telah goyah kembali tegak bersemangat. Bagaimana tidak, dari kejauhan Ia melihat sebuah rumah kecil dari
bambu.
“Semoga
saja ada orang di dalamnya”, pikir pemuda ini .
Ia
beranikan diri untuk menghampiri rumah tersebut. Semakin Ia mendekati rumah,
sayup-sayup terdengar seorang laki-laki yang membaca ayat suci dengan merdunya.
Keindahannya bak taman-taman surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.
Semakin Ia mendekat semakin jelas bacaannya.
Kini
ia telah berada di depan pintu. Harapannya mengalahkan keraguannya. diketuklah
pintu rumah itu. Tok.. tok.. tok..
“Permisi,
apakah ada orang di dalam ?”, Tanya pemuda tersebut.
Terbukalah
sebuah pintu kayu itu oleh seorang kakek yang telah renta. Wajahnya begitu
tenang, syahdu, dan mendamaikan, namun tegas dan berwibawa seakan menggambarkan
dia seorang lelaki yang gagah ketika masih muda.
“Apakah
kakek pemilik rumah ini ?”, Tanya pemuda.
Sang
kakek hanya berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Tak ada sepatah kata pun
yang terucap, bahkan sekedar isyarat pun tidak. Tapi tatapannya berbeda,
seperti ada kebanggaan pada dirinya. Karena penasaran Si pemuda ini bertanya
kembali.
“Apa
yang sedang kakek lakukan di sini ?”.
Tetap
tak menjawab. Sang kakek hanya diam tanpa kata. Beribu tanda tanya menghampiri
kepala pemuda ini.
“Mengapa
Sang Kakek hanya diam, tidakkah beliau tahu kalau aku ini sedang tersesat dan
butuh pertolongan ?”, Gumamnya dalam hati.
“Kek,
Saya tersesat kemanakah jalan keluar hutan ini ?”
Sang
kakek sekali lagi hanya tersenyum. Si Pemuda ini telah putus asa, Ia tak tahu
apa yang dilakukannya lagi agar kakek ini menjawab pertanyaannya. Ia tahu bahwa
kakek ini sebenarnya tidak bisu.
Kenyataan
tak sesuai harapan. Harapan akan ada yang menolongnya ketika Ia sedang susah
kini sirna sudah. Tak ada hasil yang didapat Si Pemuda beranjak pergi dari
rumah tersebut,
“Kalau
begitu saya pamit. Maaf telah mengganggu Kakek !”.
Sebelum pemuda ini melangkah jauh, tiba-tiba
Sang berkata dengan suara yang sudah termakan usia,
“Hai
anak muda, jika kau ingin keluar dari hutan ini teruslah berjalan ke arah timur
di sana engkau akan menemukan sebuah sungai. Dan ketika engkau sampai di sungai
itu ambilah batu sebanyak-banyaknya dan simpanlah. Bukalah kembali ketika kau
keluar dari hutan, dan sekali-kali kau tak akan pernah bisa kembali lagi di
kemudian hari !”
Bingung
dengan apa yang dikatakan Sang Kakek pemuda ini tak peduli dan terus beranjak
pergi. Kembali menyusuri hutan. Hati bergejolak untuk bisa percaya, Pikirannya pusing menimbang-nimbang dengan
berbagai alasan dan logika. Apakah Ia harus percaya kepada lelaki tua yang
misterius itu atau mengikuti instingnya sendiri ?. Apa alasan Ia harus percaya
padanya jika ditanya saja Sang Kakek tak menjawab ?. Entah apa yang tersirat
dalam pikirannya tapi ia putuskan untuk mengikuti saran Sang Kakek berjalan ke
arah timur. Benarlah… setelah lama
berjalan akhirnya Ia menemukan sebuah sungai. Akhirnya Ia berhenti sejenak
untuk beristirahat beberapa saat dan membersihkan diri.
Setelah
cukup beristirahat pemuda kembali melanjutkan perjalanan. Tapi, sebelum
berangkat Ia teringat akan pesan Sang Kakek untuk mengambil batu lalu
menyimpannya. Karena tak mau repot dengan bawaannya, pemuda ini hanya mengambil
beberapa kerikil dan menyimpannya dalam saku.
Saatnya
melanjutkan perjalanan. Dengan badan yang lebih segar dan bugar perjalanan kian
ringan. Semak-belukar, alang-alang, ranting dan dahan tak jadi penghalang.
Perjalanannya begitu lancar hingga tak terasa ia telah sampai di ujung hutan
dan menemukan sebuah perkampungan. Akhirnya pemuda ini berhasil keluar dari
hutan dan selamat.
Yeeeyyyyy.. Selamaaattt. Akhirnya berhasil
juga.
Ceritanya belum selesai wooiii… Lanjut
Jadi,
setelah pemuda ini berhasil keluar dari hutan dan menemukan perkampungan
ternyata masalah baru datang. Ketika Ia masuk ke negeri asing itu, Ia dihadang
oleh sekelompok orang. Orang-orang ini bertugas menjaga keamanan dan perbatasan
negeri. Ada sebuah persyaratan untuk bisa masuk ke negeri tersebut dan kembali
ke dunia luar, semacam tiket masuk gitu lah… syaratnya adalah setiap orang yang
masuk harus memberikan sesuatu yang berharga yang Ia miliki sebagai jaminan
atas dirinya. Na’as, Pemuda ini tidak memiliki barang berharga sedikitpun.
Namun
ia teringat sebuah benda yang ada dalam sakunya, beberapa kerikil yang Ia
simpan. Hanya itu yang Ia punya, dan semoga bisa menolongnya. Ia kemudian
merogoh ke dalam saku untuk mengambil kerikil yang ada. Dan terkejutlah para
penjaga seketika. Begitu pun Si Pemuda kaget bukan kepalang. Bagaimana tidak saat
mengetahui batu kerikil yang Ia ambil kini berubah menjadi berlian.
Tanpa
pikir panjang, lalu diberikanlah sebagian sebagai syarat dan jaminan dan
sisanya Ia pergunakan sebagai bekal menuju kampung halamannya, negeri tercinta.
“Andai
saja aku mengambil lebih banyak batu pastilah aku menjadi orang kaya dan lebih
bahagia”.
Seeekkiiaaannn….. Ini baru Habis
Gimana broh, paham gak sama cerita di atas ? syukurlah
kalo paham...
Haahh.. gak paham ?!
Kalo gak paham sini aku jelasin. Jadi pemuda tadi
ibarat seorang pembelajar, Hutan yang lebat adalah kehidupan, Kakek tua yang
miterius adalah Guru-guru kita, dan pemukiman di ujung hutan adalah kesuksesan.
Lalu apa artinya batu tadi ? Itu adalah ilmu yang kita pelajari.
Hari ini mungkin kita merasa bingung dan tak
paham dengan apa yang diajarkan guru-guru kita. Kita menganggap itu seolah tak
berguna dan mengganggu. Tapi tahukah kawan bahwa ilmu yang mereka ajarkan kelak
menjadi sesuatu yang sangat berharga. So… hargai ilmu dan gurumu. Jadilah
pembelajar yang baik.
See U Next Post......
See U Next Post......
No comments:
Post a Comment