Saturday, March 5, 2016

Cerita : Nasihat Sang Kakek Tua

Ok, Guys… aku mau nulis cerita lagi nih. Udah lama gak posting cerita. Terakhir posting cerita awal bulan februari kalo gak salah, kalo gak salah berarti bener yak… hahaha

Fine, selamat membaca dan mengambil hikmahnya..


Sinar matahari terang terhalang pepohonan rindang. Angin berhembus pelan diantara dahan-dahan. Daun kering jatuh terhempas meninggalkan rantingnya. Suara-suara serangga sahut menyahut bak orchestra. hewan-hewan liar bersembunyi menunggu mangsa. Di dalam kesepian dan kesendirian seorang pemuda terpisah dari rombongan pemburu. Ia tersesat tanpa arah, tak tahu kemana akan melangkah. Hanya bisa berdoa dan pasrah, sembari menunggu seseorang akan datang menjemputnya atau keajaiban datang menghampirinya.

Tak tahu apa yang harus dilakukan Pemuda ini terus berjalan, menyusuri semak belukar, menerabas alang-alang, menerjang ranting-ranting pohon yang menghalang. Di dalam pikirannya suara sanak keluarga dan teman-temannya begitu terngiang.

“Andai saja aku tidak bernafsu menangkap hewan buruan itu, tentulah kiranya sekarang aku bersama mereka !”, Sebuah kata penyesalan keluar dari mulutnya.

Langkahnya kian goyah. Sudah dua hari Ia bertahan dalam kesunyian hanya makan daun-daun dan serangga-serangga kecil yang ada. Gemericik air terjun seakan terasa dalam perutnya. jangankan makanan, semua perbekalannya terbawa rombongan. Kini Ia harus bertahan dalam hutan sembari mencari jalan keluar menuju kampung halaman.

Perlahan ia berjalan, dan tiba-tiba wajahnya kembali cerah seakan menemukan harapan. Langkah yang telah goyah kembali tegak bersemangat.  Bagaimana tidak,  dari kejauhan Ia melihat sebuah rumah kecil dari bambu.



“Semoga saja ada orang di dalamnya”, pikir pemuda ini .

Ia beranikan diri untuk menghampiri rumah tersebut. Semakin Ia mendekati rumah, sayup-sayup terdengar seorang laki-laki yang membaca ayat suci dengan merdunya. Keindahannya bak taman-taman surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Semakin Ia mendekat semakin jelas bacaannya.

Kini ia telah berada di depan pintu. Harapannya mengalahkan keraguannya. diketuklah pintu rumah itu. Tok.. tok.. tok..

“Permisi, apakah ada orang di dalam ?”, Tanya pemuda tersebut.

Terbukalah sebuah pintu kayu itu oleh seorang kakek yang telah renta. Wajahnya begitu tenang, syahdu, dan mendamaikan, namun tegas dan berwibawa seakan menggambarkan dia seorang lelaki yang gagah ketika masih muda.

“Apakah kakek pemilik rumah ini ?”, Tanya pemuda.

Sang kakek hanya berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Tak ada sepatah kata pun yang terucap, bahkan sekedar isyarat pun tidak. Tapi tatapannya berbeda, seperti ada kebanggaan pada dirinya. Karena penasaran Si pemuda ini bertanya kembali.

“Apa yang sedang kakek lakukan di sini ?”.

Tetap tak menjawab. Sang kakek hanya diam tanpa kata. Beribu tanda tanya menghampiri kepala pemuda ini.

“Mengapa Sang Kakek hanya diam, tidakkah beliau tahu kalau aku ini sedang tersesat dan butuh pertolongan ?”, Gumamnya dalam hati.

“Kek, Saya tersesat kemanakah jalan keluar hutan ini ?”

Sang kakek sekali lagi hanya tersenyum. Si Pemuda ini telah putus asa, Ia tak tahu apa yang dilakukannya lagi agar kakek ini menjawab pertanyaannya. Ia tahu bahwa kakek ini sebenarnya tidak bisu.

Kenyataan tak sesuai harapan. Harapan akan ada yang menolongnya ketika Ia sedang susah kini sirna sudah. Tak ada hasil yang didapat Si Pemuda beranjak pergi dari rumah tersebut,

“Kalau begitu saya pamit. Maaf telah mengganggu Kakek !”.

 Sebelum pemuda ini melangkah jauh, tiba-tiba Sang berkata dengan suara yang sudah termakan usia,

“Hai anak muda, jika kau ingin keluar dari hutan ini teruslah berjalan ke arah timur di sana engkau akan menemukan sebuah sungai. Dan ketika engkau sampai di sungai itu ambilah batu sebanyak-banyaknya dan simpanlah. Bukalah kembali ketika kau keluar dari hutan, dan sekali-kali kau tak akan pernah bisa kembali lagi di kemudian hari !”

Bingung dengan apa yang dikatakan Sang Kakek pemuda ini tak peduli dan terus beranjak pergi. Kembali menyusuri hutan. Hati bergejolak untuk bisa percaya,  Pikirannya pusing menimbang-nimbang dengan berbagai alasan dan logika. Apakah Ia harus percaya kepada lelaki tua yang misterius itu atau mengikuti instingnya sendiri ?. Apa alasan Ia harus percaya padanya jika ditanya saja Sang Kakek tak menjawab ?. Entah apa yang tersirat dalam pikirannya tapi ia putuskan untuk mengikuti saran Sang Kakek berjalan ke arah timur.  Benarlah… setelah lama berjalan akhirnya Ia menemukan sebuah sungai. Akhirnya Ia berhenti sejenak untuk beristirahat beberapa saat dan membersihkan diri.



Setelah cukup beristirahat pemuda kembali melanjutkan perjalanan. Tapi, sebelum berangkat Ia teringat akan pesan Sang Kakek untuk mengambil batu lalu menyimpannya. Karena tak mau repot dengan bawaannya, pemuda ini hanya mengambil beberapa kerikil dan menyimpannya dalam saku.

Saatnya melanjutkan perjalanan. Dengan badan yang lebih segar dan bugar perjalanan kian ringan. Semak-belukar, alang-alang, ranting dan dahan tak jadi penghalang. Perjalanannya begitu lancar hingga tak terasa ia telah sampai di ujung hutan dan menemukan sebuah perkampungan. Akhirnya pemuda ini berhasil keluar dari hutan dan selamat.




Yeeeyyyyy.. Selamaaattt. Akhirnya berhasil juga.




Ceritanya belum selesai wooiii… Lanjut



Jadi, setelah pemuda ini berhasil keluar dari hutan dan menemukan perkampungan ternyata masalah baru datang. Ketika Ia masuk ke negeri asing itu, Ia dihadang oleh sekelompok orang. Orang-orang ini bertugas menjaga keamanan dan perbatasan negeri. Ada sebuah persyaratan untuk bisa masuk ke negeri tersebut dan kembali ke dunia luar, semacam tiket masuk gitu lah… syaratnya adalah setiap orang yang masuk harus memberikan sesuatu yang berharga yang Ia miliki sebagai jaminan atas dirinya. Na’as, Pemuda ini tidak memiliki barang berharga sedikitpun.

Namun ia teringat sebuah benda yang ada dalam sakunya, beberapa kerikil yang Ia simpan. Hanya itu yang Ia punya, dan semoga bisa menolongnya. Ia kemudian merogoh ke dalam saku untuk mengambil kerikil yang ada. Dan terkejutlah para penjaga seketika. Begitu pun Si Pemuda kaget bukan kepalang. Bagaimana tidak saat mengetahui batu kerikil yang Ia ambil kini berubah menjadi berlian.

Tanpa pikir panjang, lalu diberikanlah sebagian sebagai syarat dan jaminan dan sisanya Ia pergunakan sebagai bekal menuju kampung halamannya, negeri tercinta.

“Andai saja aku mengambil lebih banyak batu pastilah aku menjadi orang kaya dan lebih bahagia”.




Seeekkiiaaannn….. Ini baru Habis




Gimana broh, paham gak sama cerita di atas ? syukurlah kalo paham...

Haahh.. gak paham ?!

Kalo gak paham sini aku jelasin. Jadi pemuda tadi ibarat seorang pembelajar, Hutan yang lebat adalah kehidupan, Kakek tua yang miterius adalah Guru-guru kita, dan pemukiman di ujung hutan adalah kesuksesan. Lalu apa artinya batu tadi ? Itu adalah ilmu yang kita pelajari.

Hari ini mungkin kita merasa bingung dan tak paham dengan apa yang diajarkan guru-guru kita. Kita menganggap itu seolah tak berguna dan mengganggu. Tapi tahukah kawan bahwa ilmu yang mereka ajarkan kelak menjadi sesuatu yang sangat berharga. So… hargai ilmu dan gurumu. Jadilah pembelajar yang baik.

See U Next Post......

No comments:

Post a Comment