Saturday, February 21, 2015

Cerpen : Sebuah Cita-cita

Beberapa bulan yang lalu saya sempat membaca sebuah cerita yang inspiratif. kali ini akan saya coba ceritakan ulang dengan versi saya sendiri. semoga bermanfaat.





Udara yang lembab karena embun terasa menyegarkan. Hangatnya mentari mengahapus kesunyian semalam. Awan putih bergerak lembut berarak beriringan. Langit biru terpampang anggun dalam kesederhanaannya. Burung-burung pipit terbang kesana kemari seakan mengucapkan semangat pagi. Beberapa orang mulai sibuk denagn aktifitas hariannya. Seorang pria dewasa telah siap dengan pakaian dinasnya. Sekelompok ibu-ibu berkumpul untuk menunggu tukang sayur langganannya. Sedangkan anak-anaknya sudah duduk manis mendengarkan pelajaran dari guru-guru tercinta. Betapa bahagianya mereka karena hari ini tidak hanya guru tercinta yang mereka temui tetapi juga teman-teman yang baik.

Tak terkecuali pagi ini di sebuah TK. Para siswa terlihat begitu ceria dengan senyum terbaiknya. Sebuah senyuman yang terpancar dari keikhlasan. Mereka bergembira, tertawa, bernyanyi, bermain, dan bersenda gurau. Tak sedikit dari anak ini membual panjang lebar tentang kehebatan ayahnya. Seorang dari mereka bahkan menjadi perhatian bagi teman-temannya karena ia menceritakan tentang Ayahnya yang memiliki mobil raksasa di rumah Neneknya. Di sisi lain ada anak yang menangis di sudut ruangan karena malu salah memakai seragam, sedangkan anak-anak disekitarnya sibuk memamerkan mainan. Hingga akhirnya suara dari ibu guru memecah suasana.

       "Anak-anak coba perhatikan ibu sebentar !", kata ibu guru dengan lantang di depan kelas. Seketika kelas menjadi tenang dan perhatian kini tertuju pada seorang guru yang baik hati.

       "Siapa di sini yang punya cita-cita ?", tanya bu guru memulai pelajaran.

       "Saya bu guru !! Saya.. Saya !!". Jawab murid-murid itu bersahutan dengan suara keras demi menunjukkan eksistensinya. Sebuah pengakuan bahwa dirinyalah yang terhebat.

       "Apa cita-cita kalian ?". Lanjut ibu guru

       "Saya mau jadi dokter, bu. Biar bisa nyuntik orang sakit !"

       "Bagus sekali cita-citanya". Pujian tulus dari bu guru

       "Saya mau jadi polisi. Biar bisa nembak penjahat !", Timpal seorang murid lain

       "Aku mau jadi Soekarno. Presiden pahlawan !".

       "Aku jadi power rangers..!"

       "Aku jadi doraemon sama naruto yang punya jurus!".

       "Iya... Iya.. Semuanya diam dulu ya anak-anak". Terang ibu guru mendamaikan keributan. Setalah suasana tenang kemudian ibu guru itu melanjutkan.

       "Semuanya pasti punya cita-cita jadi orang hebat, jadi pahlawan, dan terkenal banyak orang yang tepuk tangan ketika kalian melintas. Itu bagus anak-anak".

       Namun perhatian ibu guru ini tiba-tiba terpecah ketika melihat seorang anak yang hanya tersenyum manis memancarkan kebahagiaan ketika melihat teman-temannya bersahutan menyampaikan cita-cita mereka. Karena penasaran akhirnya sang guru pun bertanya.

       "Adik, kenapa dari tadi diam saja ? adik punya cita-cita kan ?".

       Adik itu hanya tersipu malu kemudian merunduk, seakan menyimpan sebuah harapan yang besar.

       "Apa cita-citamu, nak ?". Tanya ibu guru lagi.

       "Ibu, apakah cita-cita itu harus sesuatu yang besar ?". Tanya murid itu.

       "Iya anakku, agar kamu semangat menjalani hidup". Jawab ibu guru.

       "Apakah harus menjadi seorang pahlawan ?".

       "Iya.. Karena itu adalah tanda kamu bermanfaat bagi banyak orang".

       "Kalo begitu ibu, aku ingin jadi orang biasa saja".

       "Kenapa bisa begitu ?". Tanya ibu guru penasaran.

       "Biarkan teman-temanku menjadi pahlawan dan orang besar. Andaikan semua orang di dunia ini menjadi pahlawan, maka aku lah yang akan bertepuk tangan di pinggir jalan untuk mereka".





Pertanyaannya adalah, itu anak siapa masih kecil sudah belajar filsafat ? 
    


No comments:

Post a Comment