Beberapa bulan yang lalu saya sempat membaca sebuah cerita yang
inspiratif. kali ini akan saya coba ceritakan ulang dengan versi saya sendiri.
semoga bermanfaat.
Udara yang lembab karena embun terasa menyegarkan. Hangatnya
mentari mengahapus kesunyian semalam. Awan putih bergerak lembut berarak
beriringan. Langit biru terpampang anggun dalam kesederhanaannya. Burung-burung
pipit terbang kesana kemari seakan mengucapkan semangat pagi. Beberapa orang
mulai sibuk denagn aktifitas hariannya. Seorang pria dewasa telah siap dengan
pakaian dinasnya. Sekelompok ibu-ibu berkumpul untuk menunggu tukang sayur
langganannya. Sedangkan anak-anaknya sudah duduk manis mendengarkan pelajaran
dari guru-guru tercinta. Betapa bahagianya mereka karena hari ini tidak hanya
guru tercinta yang mereka temui tetapi juga teman-teman yang baik.
Tak terkecuali pagi ini di sebuah TK. Para siswa terlihat begitu
ceria dengan senyum terbaiknya. Sebuah senyuman yang terpancar dari keikhlasan.
Mereka bergembira, tertawa, bernyanyi, bermain, dan bersenda gurau. Tak sedikit
dari anak ini membual panjang lebar tentang kehebatan ayahnya. Seorang dari
mereka bahkan menjadi perhatian bagi teman-temannya karena ia menceritakan
tentang Ayahnya yang memiliki mobil raksasa di rumah Neneknya. Di sisi lain ada
anak yang menangis di sudut ruangan karena malu salah memakai seragam, sedangkan
anak-anak disekitarnya sibuk memamerkan mainan. Hingga akhirnya suara dari ibu
guru memecah suasana.
"Anak-anak coba
perhatikan ibu sebentar !", kata ibu guru dengan lantang di depan kelas.
Seketika kelas menjadi tenang dan perhatian kini tertuju pada seorang guru yang
baik hati.
"Siapa di sini yang
punya cita-cita ?", tanya bu guru memulai pelajaran.
"Saya bu guru !! Saya..
Saya !!". Jawab murid-murid itu bersahutan dengan suara keras demi
menunjukkan eksistensinya. Sebuah pengakuan bahwa dirinyalah yang terhebat.
"Apa cita-cita kalian
?". Lanjut ibu guru
"Saya mau jadi dokter,
bu. Biar bisa nyuntik orang sakit !"
"Bagus sekali
cita-citanya". Pujian tulus dari bu guru
"Saya mau jadi polisi.
Biar bisa nembak penjahat !", Timpal seorang murid lain
"Aku mau jadi Soekarno.
Presiden pahlawan !".
"Aku jadi power
rangers..!"
"Aku jadi doraemon sama
naruto yang punya jurus!".
"Iya... Iya.. Semuanya
diam dulu ya anak-anak". Terang ibu guru mendamaikan keributan. Setalah
suasana tenang kemudian ibu guru itu melanjutkan.
"Semuanya pasti punya
cita-cita jadi orang hebat, jadi pahlawan, dan terkenal banyak orang yang tepuk
tangan ketika kalian melintas. Itu bagus anak-anak".
Namun perhatian ibu guru ini
tiba-tiba terpecah ketika melihat seorang anak yang hanya tersenyum manis
memancarkan kebahagiaan ketika melihat teman-temannya bersahutan menyampaikan
cita-cita mereka. Karena penasaran akhirnya sang guru pun bertanya.
"Adik, kenapa dari tadi
diam saja ? adik punya cita-cita kan ?".
Adik itu hanya tersipu malu
kemudian merunduk, seakan menyimpan sebuah harapan yang besar.
"Apa cita-citamu, nak
?". Tanya ibu guru lagi.
"Ibu, apakah cita-cita
itu harus sesuatu yang besar ?". Tanya murid itu.
"Iya anakku, agar kamu
semangat menjalani hidup". Jawab ibu guru.
"Apakah harus menjadi
seorang pahlawan ?".
"Iya.. Karena itu adalah
tanda kamu bermanfaat bagi banyak orang".
"Kalo begitu ibu, aku
ingin jadi orang biasa saja".
"Kenapa bisa begitu
?". Tanya ibu guru penasaran.
"Biarkan teman-temanku
menjadi pahlawan dan orang besar. Andaikan semua orang di dunia ini menjadi
pahlawan, maka aku lah yang akan bertepuk tangan di pinggir jalan untuk
mereka".
Pertanyaannya adalah, itu anak siapa masih kecil sudah belajar
filsafat ?
No comments:
Post a Comment