Harun,
ia seorang Mahasiswa salah satu perguruan tinggi ternama di Negeri ini. Harun
bukanlah anak orang kaya, ia berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di
kampung nan jauh disana. Jauh sekali. sangat jauh. Mendaki gunung menuruni
lembah. Belok kanan belok kiri apalagi sambil jalan kaki, pokoknya sangat
melelahkan... hehehe. Ayah Harun hanyalah seorang tukang becak dengan
penghasilan cukup untuk makan sehari-hari, sedangkan ibunya adalah seorang
buruh cuci. Ia merantau ke kota dengan bermodalkan semangat untuk merubah
kondisi keluarganya. Harun merupakan pelajar penerima beasiswa karena
kecerdasannya di bidang matematika. Ia pernah menjadi juara matematika tingkat
provinsi. Pemerintah mengapresiasi kejeniusan Harun dengan memberikan beasiswa.
Pada
masa perkuliahan, Harun tak sendiri. Ia mempunyai seorang sahabat karib yang
sangat baik hati bernama Asman. Sama seperti Harun, Asman juga mahasiswa
perantauan. Bedanya, Harun dibiayai oleh uang negara, sedangkan Asman harus
berjuang sendiri untuk membiayai kuliahnya. Dunia memang serba membingungkan.
Di saat banyak Mahasiswa yang ingin cepat lulus agar cepat berkerja, namun di
sisi lain ada orang yang rela bekerja agar bisa tetap kuliah. Itulah Asman,
sedari kecil sudah diajarkan tentang kerasnya hidup. Sejak SD sepulang sekolah
Asman selalu pergi ke pasar untuk menjadi kuli angkut.
Keseharian
Harun dan Asman selalu dilakukan bersama. Baik saat kuliah, makan bersama,
belajar kelompok, main, keluyuran, iseng, sholat jamaah di masjid, dan mengaji
setiap minggunya, atau berenang di sebuah kolam irigasi persawahan untuk
mengisi waktu luang. Hanya ada satu aktivitas yang jarang mereka lakukan
bersama yaitu tidur. Lokasi kos tempat tinggal mereka berbeda. Asman teman
terbaik bagi Harun, begitupun Harun adalah sahabat terbaik bagi Asman. Suka
duka mereka lalui bersama. Mereka bagaiakan Si kembar Tak Serupa. Dimana ada
Harun disitu ada Asman, sebaliknya dimana ada Asman disitu ada Harun. Bahkan
suatu ketika Asman rela ketinggalan ujian hanya karena menjemput Harun karena
sepedanya bocor di tengah jalan. Sungguh sebuah persahabatan yang sangat indah
dimana suka dan duka dilalui bersama. Jika salah satu dari mereka jatuh, maka
yang lain harus tetap berdiri agar bisa menjadi pegangan bagi yang lainnya.
Siang
itu matahari bersinar begitu terik. Panasnya seakan menusuk tajam ke dalam
tenggorokan. Kering. Kesibukan dan hingar bingar kota menambah rasa gerah.
Dompet hitam kecil itu tak ada isinya. Kosong. Hanya ada beberapa lembar kartu
identitas. Ya, beberapa minggu ini keadaan keuangan mereka berdua sedang dalam
kondisi terburuk. Uang beasiswa Harun yang menjadi sumber penghidupan untuk
membeli kebutuhan sehari-hari belum juga turun. Begitupun Asman hasil jualan
kue keringnya beberapa hari ini sangat sepi, bahkan barang dagangan yang masih
tersisa terpaksa dibuang karena sudah membusuk dan tak layak makan. Sepulang
dari kampus dengan wajah putus asa dan perut yang sangat lapar mereka berhenti
disalah satu warung makan, berharap ada keajaiban yang dapat membuat mereka bisa
makan dengan gratis, setidaknya sepiring nasi putih dan segelas air saja sudah
cukup bagi mereka.
“Kau
lapar tak ?”. Tanya Asman
“Iya,
aku lapar”. Jawab Harun dengan nada lemas
“Bagaimana
kalau kita masuk ke warung itu“. Saran Asman kepada Harun
“Tapi, kita
kan tidak ada uang. Gimana cara bayarnya dan aku juga tak mau dikatakan
pengemis”. Jawab Harun ragu.
“Aku
pun begitu, kawan. Tapi apa boleh buat, kita masuk saja semoga bisa dibayar
bulan depan. Intinya kita beli cuma bayarnya belakangan”.
“Maksudmu
kita hutang ?”.
“Bukan
hutang tapi bayar besok”. jawab Asman sambil tertawa.
“itu
sama saja. Baiklah, untuk kali ini aku setuju”.
Sesampainya
di depan pintu warung, Pak Yono, lelaki paruh baya pemilik rumah makan
menyambut mereka dengan lembut.
“Selamat
datang… Maaf Mas, mau pesan apa ?”
Dengan
nada ragu, malu, dan takut Harun berkata dengan sejujurnya bahwa Ia sangat
lapar tapi tak memiliki uang untuk membayar. Ia hendak meminta sebungkus nasi
putih dan segelas air.
“Pak,
bolehkan kami meminta sebungkus nasi putih, tapi maaf kami tak punya uang untuk
membayarnya”. Seketika perasaan Harun dan Asman menjadi pesimis. Mereka mengira
bapak ini akan mengusir dan mencaci maki mereka, tapi apa yang disangka
ternyata berbeda.
“Oh..
tentu saja. Sebentar saya ambilkan !”, Pak Yono pemilik warung ini akhirnya
membungkus sepiring nasi dan kemudian memberikanya kepada harun dan Asman.
“Ini
nak, bawa pulang saja. Gratis untuk kalian !.” Pintanya
“Terimakasih
kasih, pak !”. jawab Asman dan Harun
“Sama-sama..
jangan sungkan-sungkan untuk kembali lagi kesini !.”
Merekapun
berlalu dari warung makan dengan membawa sebungkus nasi untuk mereka makan
bersama. Sesampainya di kos betapa kagetnya mereka ketika bapak pemilik warung
sangat baik hati dengan menyelipkan dua potong daging diantara nasi putih, dan
mereka pun bertekad akan memebalas kebaikan bapak pemilik warung.
Lima
tahun pasca kelulusan. Harun telah bekerja di salah satu perusahaan multi
nasional Ia menjabat sebagai Manajer Operasional. Kini Ia telah menjadi orang
penting. Gajinya tinggi. Hidupnya penuh dengan kemewahan layaknya para bos
eksekutif. Kini Ia tak lagi hidup menderita seperti saat masih duduk di bangku
kuliah dengan mengharapakan uang beasiswa dari pemerintah. Berbeda dengan
Harun, Asman tak pernah lagi terdengar kabarnya. Kemanakah sahabat karib yang
selalu bersamanya semasa kuliah. Dimanakah Ia tinggal ? Bagiamana keadaannya ?.
bagai hilang ditelan bumi Asman benar-benar menghilang. Harun berusaha mencari
tahu keberadaan rekannya itu tapi tidak ada satupun kerabat dekat yang bisa
dihubungi, teman-teman lain pun tak pernah tahu dimana sebenarnya Asman, pemuda
lucu, penyabar, baik hati, dan setia kawan itu tak ada jejaknya selain
dokumentasi foto yang masih disimpan rapi oleh Harun.Terlepas perhatiannya dari
Asman. Harun teringat kembali tentang jasa seorang pemilik warung yang telah
memberi mereka sebungkus nasi. Kali ini Ia berencana menemui pemilik warung
tersebut dengan maksud menyampaikan rasa terima kasih serta membalas
kebaikannya.
Sesampainya
di dapan warung, Harun sedikit terkejut dan kagum. Bagaimana tidak warung nasi
kecil itu kini telah berubah menjadi restoran besar dan mewah. Akhirnya Harun
memberanikan diri masuk ke dalam restoran tersebut. Di sudut ruangan seorang
bapak dengan wajah familiar tersenyum lembut kepadanya. Ya, itu adalah Pak
Yono, sang pemilik warung.
“Assalamu’alaikum..
masih ingatkah bapak dengan saya ?”. Sapa Harun
“Wa’alaikumsalam,
tentu saja aku masih ingat. Mari-mari silakan duduk!.” Pak Yono mempersilahkan
duduk dan kemudian mengajaknya berbincang sambil menikmati menu andalan
restoran tersebut.
Mereka
saling bertanya kabar, saling bertanya tentang perjalanan kehidupan
masing-masing. Obrolan dimulai dari sang pemilik resto Pak Yono, beliau
bercerita bagaimana restoran ini berkembang dari waktu ke waktu berkat
bimbingan dan arahan dari pemegang saham, keuletan dan kerja keras para
karyawan, serta keikhlasan dan ketulusan para pengunjungnya. Begitu pula Harun,
Ia dengan semangat menceritakan bagaimana Ia bisa menjadi seperti saat ini, Sebelum
lulus kuliah Harun sudah dihubungi oleh beberapa perusahaan besar untuk
ditempatkan pada posisi yang strategis. Sebuah cerita yang sangat inspiratif.
Hingga
pada suatu momen Harun bercerita tentang Asman yang dulu datang bersamanya.
Harun berkata bahwa Ia kini tak mengetahui lagi keberadaan rekannya itu. Ia
terus bercerita tentang kebaikan, sifat, dan karakter dari sahabat karibnya.
Pak Yono pemilik warung yang kini berkembang menjadi restoran hanya tersenyum
mendengarkan cerita dari Harun sambil sesekali menyela untuk memperjelas.
Hingga pada suatu ketika Pak Yono pemilik warung itu berkata.
“Nak,
tahukan engkau siapa temanmu itu ?”.
“Maksud
bapak ?”Harun sama sekali tak mengerti apa yang beliau katakan. Tapi untuk
menjawab rasa penasarannya Ia harus diam dan mendengarkan dengan seksama. Pak
Yono kembali melanjutkan perkataanya.
“Temanmu
dulu yang pernah datang kemari bersamamu sebenarnya adalah pemilik restoran
ini”.
Harun
semakin bingung dan penasaran Ia hanya terdiam dengan setengah mata yang
menjulur keluar menggungkapkan rasa terkejutnya.
“Saya
ini dahulu adalah seorang pengemis, yang kemudian bertemu dengan kawanmu itu.
Ia menyuruhku berhenti mengemis dan menawarkan kerjasama untuk membuka sebuah
warung. Saya pengelolanya, dia investornya. Sebenarnya potongan daging yang
kumasukkan ke dalam bungkusan nasi yang kalian bawa adalah perintah darinya.
Justru saya yang binggung terhadapmu, Nak. Mengapa kau sama sekali tak mengenal
temanmu itu ?”.
“Memangnya
siapa dia, Pak ?”. Tanya harun semakin penasaran.
“Dia
adalah Abdurahman As-Sulaiman. Seorang pengusaha muda yang sangat sukses.”
Jantung
Harun serasa mau copot, darahnya seakan berhenti mengalir, pikirannya seperti
masuk dalam dimensi lain. Betapa sangat terkejutnya Ia, betapa sangat bodohnya
Ia sampai-sampai tak menyadari bahwa temannya itu adalah seorang Milyader
besar, Ia termasuk orang yang paling berpengaruh di negeri ini. Di usia yang
sangat muda. dua perusahaan dibidang IT, 16 cabang rumah makan, serta dua
yayasan pendidikan, berhasil Ia dirikanpada usia 20 tahun.
Pak
Yono melanjutkan ceritanya. “Semasa kecil Abdurahman As-Sulaiman hidup sebatang
kara, tapi ia seorang pekerja keras dengan tekad yang membaja sehingga Ia mampu
membalikkan keadaanya. Dan ia bertekad untuk mengamalkan apa yang dia miliki
tanpa sepengetahuan siapa yang ia beri. Termasuk saya”.
“Tapi
sepengetahuan saya Ia berjualan kue kering ketika masih kuliah, keadaan kami
pun tak jauh berbeda. Bagaimana mungkin Ia adalah Abdurahman As-Sulaiman ?.”
Tanya Harun meyakinkan.
“Sepertinya
kau benar-benar tertipu dengan penyamarannya anak muda.... Hahahaaa.” Pak Yono
tertawa. Kemudian melanjutkan “Seperti itulah tingkahnya, Ia menjalankan
aktivitasnya ketika kau tak bersamanya”.
Ada
perasaan kecewa pada diri Harun mengapa sahabatnya itu berlaku demikian, tapi
di sisi lain ada kebanggan karena selama ini Ia bersahabat dengan orang besar
yang rendah hati. Sebuah pelajaran yang begitu berharga diajarkan oleh Asman.
Kesederhanaan, Ketulusan, dan Keberanian menjalani hidup. Semakin besar rasa
cinta Harun pada sahabatnya ini.
“Apakah
bapak tahu keberadaan sahabat saya itu ?”. Tanya Harun
“Sekarang
beliau ada sebuah pedalaman. Menjadi relawan pengajar di sana”. Jawab pak Yono.
Berbekal
informasi dari Pak Yono harun berangkat menemui sahabatnya. Ia terbang
mengunakan pesawat pribadinya. Terbang melayang melintasi samudra biru menuju
sebuah pulau terpencil di perbatasan negeri ini. Jantung Harun berdetak
kencang, rindu dalam hatinya begitu menggelora. Setelah melewati luasnya
lautan, rimbunya hutan, dan terjalnya pegunungan. Sampailah Harun pada sebuah
bilik kecil nan reot. Di sana tinggal seorang guru yang luar biasa, baik hati,
berbudi pekerti, yang mengajarkan tentang arti hidup dan kerendahan hati,
dengan sikap yang santun dan bersahabat. Dialah Abdurahman As-Sulaiman alias
Asman sahabatnya. :D
HABISSS.......
No comments:
Post a Comment